Rabu, 23 Oktober 2013
Senin, 14 Oktober 2013
SOAL & JAWABAN UJIAN GEOFISIKA TAMBANG 2011/2012
SOAL &
JAWABAN UJIAN GEOFISIKA TAMBANG 2009/2010
1. Sebutkan macam-macam konfigurasi
elektroda pada pengukuran geolistrik tahanan jenis?
2. Jelaskan secara rinci minimal tiga
konfigurasi elektroda pada pengukuran geolistrik tahanan jenis?
3. Jelaskan dan gambarkan cara akuisisi
data pada metode seismik refleksi?
4. Sebutkan dan jelaskan salah satu metode
elektromagnetik yang saudara ketahui?
JAWABAN
1. Macam-macam konfigurasi elektroda pada
pengukuran geolistrik tahanan jenis:
a.
Konfigurasi Schlumberger
b.
Konfigurasi Wenner
c.
Konfigurasi Wenner-Schlumberger
d.
Konfigurasi Dipole-dipole
e.
Konfigurasi
2. Tiga kofigurasi elektroda pada pengukuran geolistrik tahanan
jenis :
Terdapat banyak aturan penempatan elektrode (konfigurasi
elektrode) yang digunakan dalam metode resistivitas. Beberapa konfigurasi
elektrode pada penerapan metode resistivitas diantaranya adalah konfigurasi
Wenner, konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi Dipole-dipole.Konfigurasi Wenner
Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan seperti pada gambar
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus membentuk satu garis.
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati.
Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner adalah
sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan
Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Konfigurasi ini merupakan perpaduan dari konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Pada pengukuran dengan faktor spasi (n) = 1, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan pengukuran pada konfigurasi Wenner (jarak antar elektrode = a), namun pada pengukuran dengan n = 2 dan seterusnya, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan konfigurasi Schlumberger (jarak antara elektrode arus dan elektrode potensial lebih besar daripada jarak antar elektrode potensial).
Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah
Sehingga berlaku hubungan
Konfigurasi Dipole-dipole
Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1. Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole.
Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan itu.
Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole adalah
Sehingga berlaku hubungan
d. Wenner-Schlumberger
Modifikasi dari bentuk konfigurasi
Wenner dan konfigurasi Schlumberger dapat digunakan pada sistem konfigurasi
yang menggunakan aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor untuk
konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda C1-P1
dan C2-P2 dengan spasi antara elektroda P1-P2.
Dimana, a adalah jarak antara elektroda P1-P2.
Konfigurasi ini secara efektif menjadi konfigurasi Schlumberger ketika faktor n
menjadi 2 dan seterusnya. Sehingga ini sebenarnya merupakan kombinasi antara
konfigurasi Wenner-Schlumberger yang menggunakan spasi elektroda yang konstan
(seperti yang biasanya digunakan dalam penggambaran penampang resistivity 2D).
Disamping itu cakupan horizontal lebih baik, penetrasi
maksimum dari konfigurasi ini 15 % lebih baik dari konfigurasi Wenner. Dan
untuk meningkatkan penyelidikan kedalaman maka jarak antara elektroda P1-P2
ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi untuk n yang sama sampai pada
elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda P1-P2
ditingkatkan menjadi 3a.
dimana K adalah faktor geometri yang tergantung oleh
penempatan elektroda di permukaan dan ρ adalah resistivitas (tahanan jenis).
3. Cara akuisisi seismik refleksi dan
gambarnya:
Pada survey
seismik refleksi ditemukan sumber yang dikontrol untuk menghasilkan gelombang
seismik. Di daratan digunakan sumber “large truck-mounted vibrators as a source
( the “ vibrosis” method), dan kadang digunakan dinamit atau palu, sedangkan
dilaut digunakan air gun. Signal refleksi ditangkap dengan geophone untuk
didarat (gambar II) atau hidrohon dilaut. Dalam konteski ini pada kawasan laut
cebakan hidrokarbon dapat diketahui guna menganalisis data kandungan minyak
dalam walayah obejek penelitian. Cebakan lensa pasir ini dapat berupa kandungan
bijih besi dan cebakan mineral lainnya tergantung pada objek yang akan di
prospeksi guna menunjang proses selanjutnya.
Pada saat
survey seismik kabel dengan receiver (geophone) terpasang pada jarak yang
rangular sepanjang lintasan atau pelampung yang ditarik perahu. Sumber getar
akan berpindah sepanjang lintasan dan menghasilkan gelombang seismic pada
interval tertentu pada permukaan seperti titik P (Gambar II).
Titik P
disampling lebih dari satu kali dari gelombang dengan sudut yang berbeda.
Signal direkam pada setiap geophone sepanjang kabel untuk sejumlah waktu
tertentu sehingga menghaslkan suatu seri “seismic traces”. Seismic trace untuk
setiap shot point (shot gather) disimpan pada computer.
4. Salah satu metode Elektromagnetik
Ground Penetrating Radar (GPR)
merupakan metode geofisika dengan menggunakan teknik elektromagnetik yang
dirancang untuk mendeteksi objek yang terkubur di dalam tanah dan mengevaluasi
kedalaman objek tersebut. GPR juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi dan
karakteristik permukaan bawah tanah tanpa mengebor ataupun menggali tanah.
Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang
terhubung ke sumber pulsa (generator pulsa) dengan adanya pengaturan timing
circuit, dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung
ke LNA dan ADC yang kemudian terhubung ke unit pengolahan (data processing) serta
display sebagai tampilan outputnya.
Berdasarkan blok diagram di atas, masing – masing blok
mempunyai fungsi yang cukup penting dan saling ketergantungan. Hal ini
dikarenakan GPR merupakan suatu sistem mulai dari penghasilan pulsa pada pulse
generator lalu melewati blok-blok yang ada kemudian sampai pada blok display
dimana kita dapat melihat bentuk dan kedalaman objek yang dideteksi. Namun
dalam hal ini antena memegang peranan yang sangat penting karena menentukan
unjuk kerja dari sistem GPR itu sendiri. Adapun faktor yang berpengaruh dalam menentukan
tipe antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan, dan metode pengolahan
sinyal yaitu :
1. Jenis objek yang akan dideteksi
2. Kedalaman objek
3. Karakteristik elektrik medium tanah atau properti
elektrik.
Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan
didapatkan suatu citra dari letak dan bentuk objek yang terletak di bawah tanah
atau dipermukaan tanah. Untuk menghasilkan pendeteksian yang baik, suatu sistem
GPR harus memenuhi empat persyaratan sebagai berikut:
1. Kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah
2. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien
3. Menghasilkan sinyal dengan amplitudo yang besar
dari objek yang dideteksi.
4. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi
yang baik.
Prinsip Kerja GPR
Pada dasarnya GPR bekerja dengan
memanfaatkan pemantulan sinyal. Semua sistem GPR pasti memiliki rangkaian
pemancar (transmitter), yaitu system antena
yang terhubung ke sumber pulsa, dan rangkaian penerima (receiver), yaitu sistem antena yang terhubung ke
unit pengolahan sinyal. Rangkaian pemancar akan menghasilkan pulsa listrik
dengan bentuk, prf (pulse repetition frequency), energi, dan durasi
tertentu. Pulsa ini akan dipancarkan oleh antena ke dalam tanah. Pulsa ini akan
mengalami atenuasi dan cacat sinyal lainnya selama perambatannya di tanah. Jika
tanah bersifat homogen, maka sinyal yang dipantulkan akan sangat kecil. Jika
pulsa menabrak suatu inhomogenitas di dalam tanah, maka akan ada sinyal yang
dipantulkan ke antena penerima. Sinyal ini kemudian diproses oleh rangkaian
penerima. Kedalaman objek dapat diketahui dengan mengukur selang waktu antara
pemancaran dan penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa akan bolak balik
dari antena ke objek dan kembali lagi ke antena. Jika selang waktu dinyatakan
dalam t, dan kecepatan propagasi gelombang elektromagnetik dalam tanah v, maka
kedalaman objek yang dinyatakan dalam h adalah
Untuk mengetahui kedalaman objek yang dideteksi,
kecepatan perambatan dari gelombang elektromagnetik haruslah diketahui.
Kecepatan perambatan tersebut tergantung kepada kecepatan cahaya di udara,
konstanta dielektrik relative medium perambatan
Ketebalan beberapa medium di dalam tanah
dinyatakan dalam d , yaitu
Jika konstanta dieletrik medium semakin
besar maka kecepatan gelombang elektromagnetik yang dirambatkan akan semakin
kecil. Pulse
Repetition Frequency (prf) merupakan nilai yang menyatakan seberapa
seringnya pulsa radar diradiasikan ke dalam tanah. Penentuan prf dilandasi dengan kedalaman maksimum yang
ingin dicapai. Semakin dalam objek, maka prf juga semakin kecil karena waktu tunggu
semakin lama.
Dimana t adalah selang waktu antara pemancaran dan
penerimaan pulsa dan H adalah kedalaman maksimum. Daya pulsa yang dipancarkan
juga harus disesuaikan dengan kedalaman maksimum ini. Jika H besar, maka daya
yang harus digunakan juga harus besar agar sinyal pantul tetap terdeteksi.
Tugas UUT (PERBANDINGAN ANTARA UU RI NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DENGAN UU RI NO.4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MIBERAL DAN BATUBARA)
PERBANDINGAN
ANTARA UU RI NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DENGAN UU RI
NO.4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MIBERAL DAN BATUBARA
|
PERMASALAHAN
|
UU
RI No. 4 Tahun 2009
|
1
|
ASAS DAN TUJUAN
|
Persamaan :
1. Pertambangan
mineral dan/atau batubara dikelola Berasaskan manfaat, keadilan, dan
keseimbangan; keberpihakan kepada
kepentingan bangsa; partisipatif,
transparansi, dan akuntabilitas; berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
2. Menjamin efektivitas pelaksanaan
dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
3. Menjamin tersedianya mineral dan
batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan
dalam negeri;
4. Mendukung dan menumbuh kembangkan
kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional,
dan internasional;
Perbedaan
:
1. Pada
pertambangan mineral dan batubara terdapat perbedaan yaitu untuk meningkatkan
perdapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara.
|
2
|
PENGUASAAN
DAN PENGUSAHAAN
|
Persamaan :
1. Mineral
dan batubara berfungsi sebagai sumber
daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh
negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
2. Untuk
kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan
mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
3. modal
dan resiko seluruh di tanggung oleh si pemegang izin usaha pertambangan
Perbedaan
:
1. Semua
kegiatan di tanggung oleh pemegang izin pertambangan untuk melakukan
usahanya.
2. Pemerintah
tidak diwajibkan untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian
batubara ataupun mineral, melainkan semua itu merupakan tanggung jawab si
pemimilik izin usaha pertambangan dan pemerintah hanya melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap usaha pertambangan.
3. Kegiatan
usaha pertambangan batubara dan mineral, hak tempat untuk sementara akan
diberikan kepada pemegang izin usaha pertambangan sehingga tidak dapat
dipakai oleh masyarakat.
4. Badan
usaha yang telah melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi berhak
melakukan proses penambangan atau eksploitasi sehingga pemegang izin usaha
pertambangan memiliki hak tunggal.
5. Izin
pengusahaan di bagi tiga yaitu
a. Izin
usaha pertambangan (IUP), badan usaha yang dimaksud adalah badan usaha,
koperasi dan perseorangan.
b. Izin
pertambangan rakyat (IPR) yang di lakukan oleh badan usaha kecil atau
masayarakat.
c. Izin
usaha pertambangan khusus (IUPK) yang dilakukan oleh badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta.
|
3
|
KEGIATAN
USAHA HULU (EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI)
|
Persamaan
:
1.
Satu WUP terdiri atas 1 (satu)
atau beberapa WIUP yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah
kabupaten/kota, dan/atau dalam 1(satu) wilayah kabupaten/ kota.
Perbedaan
:
1. Kegiatan
usaha eksplorasi dan ekploitasi dilakukan oleh pemegang izin usaha
pertambangan dan memiliki hak tunggal untuk mengelolanya.
2. Ada
beberapa jenis jangka waktu eksplorasi berdasarkan endapan berharga yang
digali yaitu :
a. IUP
Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 8 (delapan) tahun.
b. IUP
Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu
dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.
c. IUP
Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun.
d. IUP
Eksplorasi untuk pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) tahun.
3. Pemegang
IUP mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data untuk merencanakan penyiapan
pembukaan Wilayah Kerja
4. Wilayah
Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
ditetapkan oleh Menteri setelah memenangkan lelang yang di selenggarakan.
5. Penawaran
Wilayah Kerja dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan bupati untuk Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha
Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja
6. Data
yang diperoleh dari Survei Umum dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah
milik pemegang izin usaha pertambangan.
|
4
|
KEGIATAN USAHA HILIR
(PENGOLAHAN, PENGANGKUTAN, PENYIMPANAN, DAN NIAGA)
|
Persamaan
:
Sesuai dengan pasal 97 dijelaskan bahwa pemegang
Izin usaha pertambangan baik IUP maupun IUPK wajib menjamin penerapan standar
baku dan baku mutu lingkungan sesuai karakteristik suatu daerah.
Perbedaan
:
1. Sesuai
dengan pasal 48 tentang IUP produksi. IUP ini diberikan oleh :
a.
Bupati/walikota apabila berada
pada satu kota/kabupaten.
b.
Gubernur apabila lokasi
penambangan berada pada wilayah kabupaten dan kota yang berbeda
c.
Menteri apabila lokasi
penambangan berada pada wilayah provinsi yang berbeda
2. Sesuai
yang di tetapkan pada pasal 46 dan 47, bahwa izin usaha untuk pengolahan
hanya satu yaitu izin usaha pertambangan operasi produksi.
3. .pada
undang-undang ini dijelaskan bahwa badan usaha memperoleh satu izin usaha
untuk melakukan pengolahan terhadap satu endapan berharga.
4. Sesuai
pada pasal 79 dijelaskan bahwa untuk pengajuan IUP produksi harus memuat :
a. nama
perusahaan;
b. luas
wilayah;
c. lokasi
penambangan;
d. lokasi
pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan
dan penjualan;
f. modal
investasi;
g. jangka
waktu tahap kegiatan;
h. penyelesaian
masalah pertanahan;
i.
lingkungan hidup, termasuk
reklamasi dan pascatambang;
j.
dana jaminan reklamasi dan
jaminan pascatambang;
k. jangka
waktu berlakunya IUPK;
l.
perpanjangan IUPK;
m. hak
dan kewajiban;
n. pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
o. perpajakan;
p. iuran
tetap dan iuran produksi serta bagian pendapatan negara/daerah, yang terdiri
atas bagi hasil dari keuntungan bersih sejak berproduksi;
q. penyelesaian
perselisihan;
r.
keselamatan dan kesehatan kerja;
s. konservasi
mineral atau batubara;
5. sesuai
dengan pasal 119, bahwa izin usaha pertambangan dapat dicabut apabila :
a. pemegang
IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK
serta peraturan perundang-undangan;
b. pemegang
IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini; atau
c. pemegang
IUP atau IUPK dinyatakan pailit.
6. Sesuai
dengan pasal 124 bahwa untuk melakukan kegiatan pengolahan, pemurnian,
pengangkutan dan pemasaran dilakukan dengan menggunakan jasa pertambangan
7. Bahwa
proses pengangkutan dilakukan dengan beberapa cara yaitu melalui jalur darat
dapat berupa truck, kereta api, dan kapal tongkang
|
5.
|
PENERIMAAN NEGARA
|
Persamaan
:
1. Sesuai
pada pasal 128 ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib
membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. Pendapatan negara terdiri
atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
2. Sesuai
pada pasal 128 ayat 3 bahwa Penerimaan pajak terdiri atas:
a. pajak-pajak
yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan; dan
b. bea
masuk dan cukai.
3. Penerimaan
negara bukan pajak terdiri atas:
a. iuran
tetap;
b. iuran
eksplorasi;
b. iuran
produksi; dan
c. kompensasi
data informasi.
Perbedaan
:
Sesuai dengan pasal 129 Bagian pemerintah daerah
diatur sebagai berikut:
a. pemerintah
provinsi mendapat bagian sebesar 1% (satu persen);
b. pemerintah
kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
dan
c. pemerintah
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5%
(dua koma lima persen).
|
6.
|
HUBUNGAN DENGAN PEMILIK TANAH
|
Persamaan
:
1. sesuai
pada pasal 134 bahwa Hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak meliputi hak atas
tanah permukaan bumi.
2. Kegiatan
usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk
melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kegiatan
usaha pertambangan dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari instansi
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya
dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak
atas tanah.
5. Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan
operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas
tanah oleh pemegang IUP atau IUPK.
7. Pemegang IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 135 dan Pasal 136 yang telah melaksanakan penyelesaian terhadap
bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Hak atas IUP, IPR, atau IUPK bukan merupakan
pemilikan hak atas tanah.
Perbedaan
:
Pada UU No. 4 Tahun 2009, hak atas tanah dibahas
pada bab penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan. Untuk mengenai
masalah hak atas tanah, baik kegiatan pertambangan mineral dan batubara
maupun kegiatan usaha minyak dan gas bumi sama-sama tidak meliputi hak atas
tanah permukaan bumi. Lalu untuk melaksanakan kegiatan pertambangan, badan
usaha maupun pemegang IUP dan IUPK Eksplorasi wajib mendapatkan persetujuan
dari pemegang hak atas tanah. Namun pada kegiatan usaha pertambangan mineral
dan batubara sebelum melakukan kegiatan operasi produksi, pemegang IUP atau
IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak tanah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Penyelesaian hak atas tanah tersebut dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhan hak atas tanah oleh pemegang IUP atau
IUPK.
|
7
|
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
|
Bagian
Pembinaan
Persamaan
:
Menteri melakukan pembinaan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota sesuai dengan
kewenangannya.
Bagian
Pembinaan
Perbedaan
1. Pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pemberian pedoman dan standar
pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan;
b. Pemberian bimbiiigan, supervisi, dan konsultasi;
c. Pendidikan darl pelatihan; dan
d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemanauan, dan
evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan
batubara.
2. Menteri
dapat melimpahkan kepada gubenur untuk melakukan pembinaan terhadap
penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambaiigan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanaan oleh pemerintah
kabupatenl kota.
3. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaj
dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan pembinaan atas pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPH, atau IUPK.
Bagian
Pengawasan
1.
Menteri melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan
oleh pemerintah provinsi dan pemenritah kabupaten kota sesuai dengan kewenangannya.
2.
Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pengawasan
terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/ kota.
3.
Menteri, gubernur, dan bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan
pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh
pemegang IUP, IPR, atau IUPK.
4.
Pengawasan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 140, antara lain, berupa:
a. Teknis Pertarnbangan;
b. Pemasaran;
c. Keuangan;
d. Pengolahan data mineral dan batubara;
e. Konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f. Keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g. Keselamatan operasi pertambangan;
h. Pengelolaan lingkungan hidup, reklarnasi, dan
pascatambang;
i. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
j. Pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l. Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan;
m. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha
pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
n. Pengelolaan IUP atau IUPK; dan
o. Jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
5. Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf
h, dan huruf 1 dilakukan oleh inspektur tambang selesai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
6.
Dalam hal pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupatenl
kota belum mempunyai inspektur tambang, Menteri menugaskan inspektur tambang
yang sudah diangkat untuk melaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
7.
Gubernur dan bupati/walikota wajib melaporkan pelaksanaan usaha
pertambangan di wilayahnya masing-masing sekurang-kurangnya sekali dalam 6
(enam) bulan kepada Menteri.
8.
Pemerintah dapat memberi teguran kepada pemerintah daerah apabila
dalam pelaksanaan kewenangannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
9.
Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha
pertambangan rakyat.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dari
pengawasan pertambangan rakyat diatur dengan peraturan daerah kabupaten kota
.
|
Langganan:
Postingan (Atom)