HIDROGEOLOGI DAN
PENYALIRAN TAMBANG
AIR ASAM TAMBANG
Dibuat Sebagai Tugas
Mata Kuliah Hidrogeologi dan Penyaliran Tambang
pada Jurusan Teknik Pertambangan
Oleh
Bandar
Maliki Abimanan (03101402034)
Rendi
Ali Purnomo (03101402036)
Agung
Rakhmad Kurniawan (03101402050)
Ivan
Miftahul Fikri (03101402062)
Utarry
Frima Nidia (03101402086)
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2012
AIR ASAM TAMBANG
A. Pengertian
Air Asam Tambang
Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai “acid mine drainage
(AMD)” atau “acid rock drainage
(ARD)” terbentuk saat mineral sulphida tertentu yang ada pada batuan terpapar
dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama) yang
menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi
asam. Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat keluar dari
asalnya jika terdapat air penggelontor yang cukup, umumnya air hujan yang pada
timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar dari
sumber-nya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah AAT tersebut.
Gambar
1
Sungai
yang Dialiri Air Asam
Air Asam Tambang merupakan istilah yang digunakan
untuk merujuk pada air asam yang timbul akibat kegiatan penambangan. Hal ini
untuk membedakan dengan air asam yang timbul oleh kegiatan lain, seperti
penggalian untuk pembangunan pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan
sebagainya.
AAT adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada
air asam yang timbul akibat kegiatan penambangan, untuk membedakan dengan air
asam yang timbul oleh kegiatan lain seperti: penggalian untuk pembangunan
pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan sebagainya.
Pada kegiatan penambangan, beberapa
mineral sulphida yang umum ditemukan adalah:
FeS2
|
pyrite
|
Cu2S
|
chalcocite
|
CuS
|
cuvellite
|
CuFeS2
|
chalcopyrite
|
MoS2
|
molybdenite
|
NiS
|
millerite
|
PbS
|
galena
|
ZnS
|
sphalerite
|
FeAsS
|
arsenopyrite
|
Pyrite merupakan mineral sulphida yang
umum ditemukan pada kegiatan penambangan, terutama batubara. Reaksi oksidasi
pyrite adalah seperti ditunjukkan oleh reaksi kimia berikut, dengan air dan
oksigen sebagai faktor penting. Terbentuknya AAT ditandai oleh satu atau lebih
karakteristik kualitas air sebagai berikut.:
nilai pH yang rendah (1.5 – 4)
a.
konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi,
aluminium, mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury.
b.
nilai acidity yang tinggi (50 – 1500 mg/L CaCO3)
c.
nilai sulphate yang tinggi (500 – 10.000 mg/L
d.
nilai salinitas (1 – 20 mS/cm)
e.
konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Berdasarkan persamaan
kimia dapat diketahui proses pembentukan air asam tambangnya adalah sebagai
berikut:
Persamaan
1 : FeS2 + 7/2 O2 + H2O « Fe+2 + 2
SO4-2 + 2 H+
(Besi sulfida
teroksidasi melepaskan besi ferro, sulfat dan asam.)
Persamaan
2 : Fe+2 + 1/4
O2 + H+ « Fe+3 + 1/2
H2O
(Besi
ferro akan teroksidasi menjadi besi ferri.)
Persamaan
3 : Fe+3 + 3 H2O «
Fe(OH) + 3H+
(Besi ferri dapat
terhidrolisis dan membentuk ferri hidrosida dan asam.)
Persamaan
4 : FeS2 + 14
Fe+3 +8 H2O « 15 Fe+2 + 2 SO4-2 + 16 H+
(Besi
ferri secara langsung bereaksi dengan pirit dan berlaku sebagai katalis yang
menyebabkan besi ferro yang sangat besar, sulfat dan asam.)
Berdasarkan hal tersebut diatas,
apabila AAT keluar dari tempat terbentuknya dan masuk ke sistem lingkungan umum
(diluar tambang), maka beberapa faktor lingkungan dapat terpengaruhi, seperti:
kualitas air dan peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, sebagai habitat
biota air, sebagai sumber air untuk tanaman, dsb); kualitas tanah dan
peruntukkanya (sebagai habitat flora dan fauna darat), dsb.
Faktor
penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat adalah:
a. konsentrasi, distribusi, mineralogi
dan bentuk fisik dari mineral sulphida
b. keberadaan oksigen, termasuk dalam
hal ini adalah asupan dari atmosfir melalui mekanisme adveksi dan difusi
c. jumlah dan komposisi kimia air yang
ada
d. temperatur
e. mikrobiologi
Dengan
memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan
AAT sangat tergantung pada kondisi tempat pembentukannya. Perbedaan salah satu
faktor tersebut diatas menyebabkan proses pembentukan dan hasil yang berbeda. Terkait
dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi
di beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT
memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki
kondisi iklim yang berbeda.
B. Tanda-Tanda
Terbentuknya Air Asam Tambang
Terbentuknya
Air Asam Tambang ditandai oleh satu atau lebih karakteristik kualitas air
sebagai berikut :
a. Nilai
pH yang rendah (1.5 – 4)
b. Konsentrasi
logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium, mangan, cadmium,
tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury
c. Nilai
acidity yang tinggi (50 – 1500 mg/L
CaC
)
d. Nilai
sulfat yang tinggi (500 – 10.000 mg/L)
e. Nilai
salinitas (1 – 20 mS/cm)
f. Konsentrasi
oksigen terlarut yang rendah
C. Kandungan
Air Asam
Air asam terbentuk sebagai hasil dari
proses oksidasi mineraldisertai adanya air, dengan demikian 3 (tiga komponen
utama yangmenyebabkan terjadinya air asam tambang), yaitu :
a. Mineral
sulfida
Mineral sulfida berupa ikatan antara
sulfur dan logam dijumpaitersebar di alam dalam kadar dan dimensi kecil sampai
besar. Cebakansulfida dalam jumlah besar dapat menjadi bahan galian ekonomis
yanglayak ditambang. Dispersi logam berat beracun berbahaya dapat terjadisecara
alami, berasal dari tubuh bijih sulfida yang tersingkap atau beradadekat
permukaan. Unsur logam dari bijih sulfida terbawa bersama aliranair tanah da
air permukaan menyebar ke lingkungan sekitarnyamembentuk rona awal dengan
sebaran kandungan logam yang tinggi.Proses penambangan dengan membongkar dan
memindahkanbahan galian mengandung sulfida menyebabkan terbukanya
sulfidaterhadap udara bebas. Pada kondisi terpapar pada udara bebas
mineralsulfida akan teroksidasi dan terlarutkan membentuk air asam tambang.
Airasam tambang berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga membentuk aliran mengandung bahan beracun
berbahaya yang akanmenurunkan kualitas lingkungan. Pembentukan air asam
cenderung lebihintensif terjadi pada daerah penambangan. Hal ini dapat dicegah
denganmenghindari terpaparnya bahan mengandung sulfida pada udara
bebas.Penanganan air asam tambang dapat dilakukan dengan
menetralisirmenggunakan bahan penetral atau mengolahnya agar memenuhi batas
baku mutu.
b. Oksigen
c. Air
Peningkatan keasaman air penyaluran ini
akan meningkatkan pulakelarutan logam-logam yamg selanjutnya mencemari badan
perairan. Hal-hal diatas mendorong semakin pentingnya masalah air tambang saat
ini.Reaksi umum pembentukan Air Asam Tambang sebagai berikut :
4 FeS2 + 15
O2 + 14 H2O →4 Fe (OH3) + 8 H2SO4
Pyrite
+ Oxygen
+ water → yellowboy + sulfuric acid
Reaksi tersebut
dapat dirinci menjadi empat tahap reaksi :
1. Reaksi pertama adalah reaksi
pelapukan dari pyrite disertai prosesoksidasi. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat
dan besi fero dilepaskan. Darireaksi ini dihasilkan dua mol keasaman dari
setiap mol pirit yangteroksidasi.
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O →2
Fe2+ 4 SO42- + 4 H+
Pyrite
+ Oxygen + Water → Ferrous Iron + Sulfate + Acidity
2. Reaksi kedua terjadi konversi dari
besi ferro menjadi besi ferri yangengkonsumsi satu mol keasaman. Laju reaksi
lambat pada pH < 5 dankondisi abiotik. Bakteri thiobacillus akan mempercepat
proses oksidasi.
4 Fe2++ O2 + 4 H+
→ 4 Fe 3+ + 2 H2O
Ferrous
Iron + Oxygen
+ Acidity → Ferric Iron + Water
3. Reaksi
ketiga adalah hidrolisa dari besi. Hidrolisa adalah reaksi yangmemisahkan
molekul air. Tiga mol keasaman dihasilkan dari reaksi ini.Pembentukan
presipitat ferri hidroksida tergantung pH, yaitu lebihbanyak pada pH di atas
3,5.
4
Fe3++ 12 H2O → 4 Fe(OH)3 + 12 H+
Ferric Iron
+ Water → Ferric Hydroxide (yellowboy)
+ Acidity
4. Reaksi
keempat adalah oksidasi lanjutan dari pirit oleh besi ferri. Iniadalah reaksi
propagasi yang berlangsung sangat cepat dan akan berhenti jika pirit atau besi
ferri habis. Agen pengoksidasi dalam reaksiini adalah besi ferri.
FeS2
+ 14 Fe3+ + 8 H2O → 15 Fe2++ 2 SO42-+
16 H+
Pyrite + Ferric Iron + Water → Ferrous Iron + Sulfate + Acidity
D.
Proses Terbentuknya Air Asam Tambang
Pembentukan Air Asam Tambang (AAT)
atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan "Acid Mine Drainage (AMD)"
atau " Acid Rock Drainage (ARD)" terbentuk saat mineral sulfida
tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimena terdapat air dan
oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan
menghasilkan air dengan kondisi asam. Hasil reaksi kimia ini,beserta air yang
bersifat asam dapat keluar dari asalnya jika terdapat air pengelontor yang
cukup, umumnya air hujan yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi.
Air yang keluar dari sumbernya inilah yang lazim disebut dengan istilah AAT.
AAT adalah air asam yang timbul akibat kegiatan penambangan, untuk membedakan
dengan air asam yang timbul akibat kegiatan lain seperti penggalian untuk
pembangunan fondasi bangunan, pembuatan tambak dan sebagainya. Beberapa mineral
sulfida yang ditemukan pada proses AAT FeS2, Cu2S, CuS, CuFeS2, MoS2, NiS, PbS,
ZnS and FeAsS. Pirit merupakan mineral sulfida yang umum ditemukan pada
kegiatan penambangan terutama batubara. Terbentuknya AATditandai oleh pH yang
rendah (1,5-4) konsentrasi logam terlarut yang tinggi, nilai acidity yang
tinggi, nilai sulfat yang tinggi and konsentrasi O2 yang rendah. Jika AAT
keluar dari tempat terbentuknya dan keluar kelingkungan umum maka faktor lingkungan
akan terpengaruhi.
S + O2 → SO2
SO2 + H2O
→ H2SO4
Sumber Air Asam Tambang
Sumber Air Asam Tambang adalah dari
pertambangan terbuka, terutama pada tambang batubara, yang memilki resiko
terpapar oleh air hujan sehingga berpotensi sangat besar untuk menjadi tempat
terbentuknya Air Asam Tambang.
Air asam tambang dapat terjadi pada
kegiatan penambangan baik itu tambang terbuka maupun tambang bawah tanah.
Umumnya keadaan ini terjadi karena unsur sulfur yang terdapat di dalam batuan
teroksidasi secara alamiah didukung juga dengan curah hujan yang tinggi semakin
mempercepat perubahan oksida sulfur menjadi asam. Sumber – sumber air asam
tambang antara lain berasal dari kegiatan – kegiatan berikut :
a. Air
dari tambang terbuka
Lapisan
batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan penutup, sehingga unsur sulfur yang terdapat dalam
batuan sulfida akan mudah teroksidasi dan bila bereaksi air dan oksigen akan
membentuk air asam tambang.
b. Air
dari unit pengolahan batuan buangan
Material
yang banyak terdapat pada limbah kegiatan penambangan adalah batuan buangan ( waste rock ). Jumlah batuan buangan ini
akan semakin meningkat dengan bertambahnya kegiatan penambangan. Sebagai
akibatnya, batuan buangan yang banyak mengandung sulfur akan berhubungan langsung
dengan udara terbuka membentuk senyawa sulfur oksida selanjutnya dengan adanya
air akan membentuk air asam tambang.
c. Air
dari lokasi penimbunan batuan
Timbunan
batuan yang berasal dari batuan sulfida dapat menghasilkan air asam tambang
karena adanya kontak langsung dengan udara yang selanjutnya terjadi pelarutan
akibat adanya air.
d.
Air dari unit
pengolahan limbah tailing
Kandungan
unsur sulfur di dalam tailing diketahui mempunyai potensi dalam membentuk air
asam tambang, pH dalam tailing pond
ini biasanya cukup tinggi karena adanya penambahan hydrated lime untuk
menetralkan air yang bersifat asam yang dibuang kedalamnya. Air yang masuk ke
dalam tailing pond yang bersifat asam tersebut diperkirakan akan menyebabkan
limbah asam bila merembes keluar dari tailing
pond.
E. Sistem
Penyaliran tambang
Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang
diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau
mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk
mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang
berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang
ini juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta mempertahankan
kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada daerah
tersebut mempunyai umur yang lama.
a. Penyaliran Pada Tambang Terbuka
Penanganan
masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi dua yaitu
:
1. Mine Drainage
Mine Drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan.
Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal
dari sumber air permukaan.
Beberapa
metode penyaliran Mine drainage,
antara lain :
a). Metode Siemens.
Pada
tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian ke dalam
lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi
lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke
luar daerah penambangan.
Gambar 2
Metode
Siemens
b). Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump).
Metode
ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas rendah dan jenjang
tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan pompa ke dalam
lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air.
Kedalaman lubang bor 50 meter sampai 60 meter.
c). Metode Elektro Osmosis.
Pada
metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana elemen-elemen dialiri
arus listrik, maka air akan terurai, H+ pada katoda (disumur besar)
dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu dihisap dengan pompa.
d). Small Pipe With Vacuum Pump.
Cara ini
diterapkan pada lapisan batuan yang inpermiabel
(jumlah air sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian dimasukkan pipa
yang ujung bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding
lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran)
dengan diameter kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara
pipa dan lubang bor di sumbat supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang
bor kedap udara sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.
2. Mine Dewatering
Mine Dewatering Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang
telah masuk ke daerah penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang
berasal dari air hujan.
Beberapa
metode penyaliran mine dewatering adalah sebagai berikut :
a). Sistem Kolam Terbuka.
Sistem
ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah penambangan. Air
dikumpulkan pada sumur (sump),
kemudian dipompa keluar dan pemasangan jumlah pompa tergantung kedalaman
penggalian.
b). Cara Paritan
Penyaliran
dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu dengan
pembuatan paritan (saluran) pada lokasi penambangan. Pembuatan parit ini
bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan. Air
limpasan akan masuk ke saluran-saluran yang kemudian di alirkan ke suatu kolam
penampung atau dibuang langsung ke tempat pembuangan dengan memanfaatkan gaya
gravitasi.
c). Sistem Adit.
Cara ini
biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang mempunyai
banyak jenjang. Saluran horisontal yang dibuat dari tempat kerja menembus
ke shaft yang dibuat di sisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke dalam
tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan oleh
biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.
b. Penyaliran Pada Tambang Bawah Tanah
Penanganan
masalah air pada tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut :
1.
Dengan “Tunnel”
(Terowongan).
Penyaliran
dengan cara ini adalah dengan membuat “tunnel”
atau “adit” bila topografi daerahnya
memungkinkan, dimana terowongan atau “adit”
ini dibuat sebagai level pengeringan tersendiri untuk mengeluarkan air tambang
bawah tanah. Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan dengan
sistem penyaliran menggunakan cara pemompaan air ke luar tambang.
2.
Dengan
Pemompaan.
Penyaliran
tambang bawah tanah dengan sistem pemompaan adalah untuk mengeluarkan air yang
terkumpul pada dasar “shaf” atau sumuran bawah tanah yang sengaja dibuat untuk
menampung air dari permukaan maupun air rembesan air bawah tanah.
Gambar 7
Salah satu metode penyaliran air asam ke
perairan umum
F. Pencegahan
Terbentuknya Air Asam Tambang
Salah satu upaya pencegahan
pembentukan air asam tambang (AAT) adalah dengan pembangunan lapisan penutup
material reaktif, umumnya dikenal sebagai Potentially
Acid Forming (PAF) material, dengan material yang tidak reaktif, Non Acid Forming (NAF) material, tanah,
atau material alternatif seperti Geosyntetic
Clay Liner (GCL). Lapisan ini dikenal juga dengan sebutan dry cover system. Tujuan dari
pembangunan lapisan ini adalah untuk mengurangi difusi oksigen dan infiltrasi
air, sebagai faktor penting dalam proses oksidasi mineral sulphida. Selain itu,
sistem pelapisan ini juga diharapkan dapat tahan terhadap erosi dan mendukung
upaya revegetasi lahan penimbunan material.
G. Penanganan Air Asam Tambang
Pengolahan air asam harus dilakukan
sebelum air tersebut dibuang ke badan air, sehingga nantinya tidak mencemari
perairan di sekitar lokasi tambang. Pengolahan air asam dapat dilakukan dengan
cara penetralan. Penetralan air asam dapat menggunakan bahan kimia diantaranya
seperti Limestone (Calcium Carbonat),
Hydrate Lime (Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash
Briquettes (Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni.
a. Limestone (Calcium
Carbonat)
Limestone
atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan selama berpuluh-puluh
tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam di dalam air asam. Penggunaan
limestone merupakan penanganan yang termurah, teraman dan termudah dari semua
bahan-bahan kimia. Kekurangan dari limestone
ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan limestone terlapisi.
b. Hydrate Lime (Calcium
Hydroxide)
Hydrated lime
adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan untuk menetralkan air asam.
Hydrated lime sangat efektif dari
segi biaya dalam yang sangat besar dan keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated
lime adalah hydrophobic, begitu
lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated
lime dapat larut dalam air. Hydrated
lime mempunyai batasan keefektifan dalam beberapa tempat dimana suatu pH
yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah logam seperti mangan.
c. Caustic Soda (Sodium
Hydroxide)
Caustic Soda
merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering dicoba lebih jauh (tidak
mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah. Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut
dan digunakan dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah. Penggunaannya
sangat sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena kelarutannya akan menyebar di
dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan cairan caustic untuk penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan
bahaya dalam penanganannya. Penggunaan caustic
padat lebih murah dan lebih mudah dari pada caustic
cair.
d. Soda Ash Briquettes
(Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate
biasanya digunakan dalam debit kecil dengan kandungan besi yang rendah.
Pemilihan soda ash untuk penanganan
air asam biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk
dan buangan.
e. Anhydrous
Ammoni
Anhydrous Ammonia
digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam.
Ammonia diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air,
kelarutan tinggi, rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH. Ammonia
memerlukan asam (H+) dan juga membentuk ion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logam-logam
membentuk endapan. Injeksi ammonia sebaiknya dekat dengan dasar kolam atau air
inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada air dan naik kepermukaan. Ammonia
efektif untuk membersihkan mangan yang terjadi pada pH 9,5.
f. Penggunaan
Tawas Sebagai Bahan Koagulan
Air
asam dalam kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memiliki kekeruhan
yang sangat tinggi, oleh karena itu untuk menurunkan kekeruhannya dapat
menggunakan bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas atau rumus
kimianya (Al2SO4)3. Tawas merupakan bahan
koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah
diperoleh dipasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas
tergantung kepada turbidity
(kekeruhan) air. Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas
yang dibutuhkan. Makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin
turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang
efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang
dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas.
H. Dampak
Air Asam
Terbentuknya air asam tambang dilokasi
penambangan akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Gambar 8
Air Asam di daerah
tambang
Adapun
dampak negatif dari air asam tambang tersebut antara lain yaitu :
1. Masyarakat
disekitar wilayah tambang
Dampak
terhadap masyarakat disekitar wilayah tambang tidak dirasakan secara langsung
karena air yang dipompakan ke sungai atau ke laut telah dinetralkan dan selalu
dilakukan pemantauan 1 x seminggu menggunakan alat “water quality checker” (untuk mengetahui temperatur, kekeruhan, pH,
dan salinity), hasil pemantauan disesuaikan dengan Baku Mutu Air Sungai dan Air
Laut dan dapat dilihat pada Lampiran 5. Namun apabila terjadi pencemaran dan
biota perairan terganggu maka binatang seperti ikan akan mati akibatnya mata
pencaharian penduduk menjadi terganggu.
2. Biota
Perairan
Dampak negatif untuk biota perairan adalah
terjadinya perubahan keanekaragaman biota perairan seperti plankton dan
benthos, kehadiran benthos dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai
indikator kualitas perairan. Pada perairan yang baik dan subur benthos akan
mengalami kelimpahan, sebaliknya pada perairan yang kurang subur benthos tidak
akan mampu bertahan hidup.
3. Kualitas
Air Permukaan
Terbentuknya
air asam tambang hasil oksidasi pirit akan menyebabkan menurunnya kualitas air
permukaan. Parameter kualitas air yang mengalami perubahan diantaranya adalah
pH, padatan terlarut, padatan tersuspensi, COD, BOD, sulfat, besi, dan
Mangan.
I. Penetralan
Air Asam Tambang
Dalam hal ini bahan yang digunakan untuk
penetralan tersebut adalah hydrated lime
( Ca(OH)2 ). Sebelum proses penetralan dilakukan ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu :
a.
Kondisi lahan bekas
penambangan
Lokasi
bekas penambangan batubara berbentuk cekungan setelah kegiatan penambangan
selesai. Ciri – ciri lokasi bekas penambangan ini adalah sebagai berikut:
1. Mineral sulfida ( pirit ) terkandung
pada batuan penutup ( over burden), lapisan atas batubara dan
setelah kegiatan penambangan selesai lapisan batubara disisakan ± 10 cm ( floor batubara ) pada dasar cekungan untuk
mendapatkan batubara bersih.
2. Air permukaan terutama berasal dari
air hujan dan air dari sekitar lokasi penambangan yang masuk kedalam cekungan
sehingga cekungan berbentuk kolam yang besar.
3. Curah hujan yang tinggi akan
menyebabkan air yang masuk kedalam cekungan cukup besar sehingga volume air
pada cekungan juga meningkat.
4. Material penutup (over burden ) pada lapisan batubara di
daerah penambangan adalah jenis mudstone,
batupasir, dan batu lempung.
b. Proses terbentuknya
air asam tambang pada daerah bekas penambangan Terbentuknya air asam tambang karena
adanya reaksi kimia antara tiga komponen utama pembentuk air asam tambang,
yaitu : lapisan roof / floor batubara serta batuan penutup ( over burden ) yang mengandung mineral
sulfida, air, dan oksigen.
Mineral sulfida sebagai faktor utama
pembentuk air asam tambang terkandung dalam lapisan batubara, dimana mineral
sulfida ini tersingkap sejak kegiatan penambangan dilakukan. Setelah
penambangan selesai pada lokasi bekas penambangan masih disisakan lapisan
batubara dengan ketebalan ± 10 cm yang berupa lantai batubara ( floor ). Pada daerah penelitian mineral
sulfida terdapat pada lantai batubara dan lapisan batubara yang tidak ditambang.
Komponen pembentuk air asam tambang lainnya adalah air dan oksigen. Air yang
masuk kedalam cekungan berasal dari air permukaan terutama dari air hujan.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan volume air pada cekungan semakin besar,
sehingga cekungan berbentuk kolam besar. Dengan adanya oksigen yang berasal
dari udara, maka terjadi reaksi kimia antara mineral sulfida, air, dan oksigen.
Dari reaksi ketiga komponen tersebut maka terbentuklah air asam tambang.
J. Pencegahan
Pembentukan Kembali Air Asam Tambang
Pembentukan air asam tambang dapat
diatasi dengan menghilangkan atau mengurangi satu atau lebih komponen –
komponen pembentuk air asam tambang. Pencegahan terbentuknya air asam tambang
pada kolam bekas penambangan adalah dengan cara pelapisan. Pelapisan adalah
cara pengendalian terbentuknya air asam tambang dengan membatasi kontak oksigen
dan air terhadap lapisan batubara yang mengandung mineral sulfida. Pelapisan
ini dilakukan dengan cara menutupi lapisan batubara yang berupa lantai batubara
dengan material yang bersifat impermeable
misalnya mineral liat. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dari sistem pelapisannya adalah sebagai berikut :
a.
Kandungan sulfur
Semakin besar kandungan sulfur pada
batuan maka semakin besar pula kemungkinan
terjadinya reaksi oksidasi dengan oksigen dan air.
b.
Porositas
Porositas
mempengaruhi kemungkinan masuknya air serta udara ke dalam lantai batubara yang
mengandung mineral sulfida. Semakin besar porositas maka semakin besar juga
kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi.
c.
Luas permukaan kristal pirit
Semakin luas permukan kristal pirit yang
tidak tertutupi maka semakin besar pula kemungkinan terkena air dan udara.
d.
Kereaktifan kristal
pirit
Meskipun
kristal pirit terkena udara dan air tetapi kereaktifan dari kristal pirit
sendiri berbeda. Kereaktifan ini mempengaruhi kecepatan dari reaksi
oksidasinya.
Secara umum penutupan batuan sulfida ini
menggunakan mineral liat dengan langkah – langkah sebagai berikut :
a. Air asam tambang
yang telah netral dikeluarkan dari kolam bekas penambangan dengan menggunakan
pompa air. Air tersebut dikeluarkan menuju aliran sungai didekat kolam bekas
penambangan.
b. Setelah air
dikeluarkan seluruhnya langkah berikutnya adalah pelapis liat ditukar diatas
material sulfida kemudian dipadatkan dengan memanfaatkan lalu lintas alat berat
selama proses penumpukan batuan, pemadatannya harus benar – benar diperhatikan
dan rata.
c. Selanjutnya
digunakan material tambang untuk melapisi dan dilakukan pemadatan lagi.
Ketebalan penutupan batuannya disesuaikan dengan rencana yang sudah dibuat dan
ketersediaan material yang dipakai untuk penutupan batuan sulfida (gambar 5.5)
d. Lapisan terakhir
yang digunakan adalah tanah humus (top soil). Penutupan lokasi bekas
penambangannya dilakukan dengan menggunakan material yang ada pada daerah
penambangan, dalam hal ini material yang digunakan adalah material hasil
bongkaran dan top soilnya juga dari daerah penambangan.
KESIMPULAN
1. Air
asam tambang (AAT) atau terbentuk saat mineral sulphida tertentu yang ada pada
batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor
utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan
kondisi asam.
2. Pada kegiatan penambangan, beberapa
mineral sulphida yang umum ditemukan adalah FeS2, Cu2S, CuS,
CuFeS2, MoS2, NiS, PbS, ZnS, FeAsS
3. Kapur padam merupakan kapur yang
berasal dari batugamping yang dipanaskan hingga suhu 9000C kemudian akan
terbentuk kapur tohor (CaO) setelah itu kapur tohor ini direaksikan dengan air
(H2O), maka akan terbentuk kapur padam.
4. Faktor penting yang mempengaruhi
terbentuknya AAT di suatu tempat adalah: konsentrasi, distribusi, mineralogi
dan bentuk fisik dari mineral sulphida, keberadaan oksigen, termasuk dalam hal
ini adalah asupan dari atmosfir melalui mekanisme adveksi dan difusi, jumlah
dan komposisi kimia air yang ada, temperature, mikrobiologi.
5. Penetralan
air asam dapat menggunakan bahan kimia diantaranya seperti Limestone (Calcium Carbonat), Hydrate Lime (Calcium Hydroxide), Caustic
Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate), Anhydrous
Ammoni.
6. Sistem penyaliran pada
tambang terbuka adalah : Mine Drainage, Mine
Dewatering. Sedangkan penyaliran pada
tambang tertutup adalah : dengan “Tunnel” (Terowongan) dan dengan pemompaan.
SARAN
Pada
pencegahan terbentuknya kembali air asam dapan dilakukan dengan cara
perlapisan. Ketika melakukan cara ini maka harus membatasi kontak oksigen dan
air terhadap lapisan batubara yang mengandung mineral sulfida. Maka disarankan
pada proses ini harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dari cara perlapisan, seperti : kandungan sulfur, porositas, luas
permukaan kristal pirit, dan kereaktifan Kristal pirit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Air asam Tambang,
(http://www.air%20asam%20tambang/windows%207%20(%20seven%20)%20%20air%20asam%20tambang%20(AAT).ht), diakses pada
tanggal 27 November 2012.
Anonim. (2012). Rencana
Pengolaan Air Asam Tambang, (www.tekmira.esdm.go.id/kp/Lingkungan/AirAsamTambang.asp), diakses pada tanggal
27 oktober 2012.
Anonim. (2012). Air Asam Tambang dan Catchment Area, (dawudprionggodo.blogspot.com/2012/10/1.html) diakses
pada tanggal 29 November 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar