Senin, 14 Oktober 2013

Tugas UUT (PERBANDINGAN ANTARA UU RI NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DENGAN UU RI NO.4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MIBERAL DAN BATUBARA)



PERBANDINGAN ANTARA UU RI NO. 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK BUMI DAN GAS BUMI DENGAN UU RI NO.4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MIBERAL DAN BATUBARA

 


PERMASALAHAN
UU RI No. 4 Tahun 2009
1
ASAS DAN TUJUAN
Persamaan :
1.    Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola Berasaskan manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan kepada
 kepentingan bangsa; partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas; berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
2.    Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha  pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
3.    Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
4.    Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;














Perbedaan :
1.    Pada pertambangan mineral dan batubara terdapat perbedaan yaitu untuk meningkatkan perdapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara.

2
PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Persamaan :
1.    Mineral dan batubara  berfungsi sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
2.    Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
3.    modal dan resiko seluruh di tanggung oleh si pemegang izin usaha pertambangan




Perbedaan :
1.    Semua kegiatan di tanggung oleh pemegang izin pertambangan untuk melakukan usahanya.
2.    Pemerintah tidak diwajibkan untuk menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian batubara ataupun mineral, melainkan semua itu merupakan tanggung jawab si pemimilik izin usaha pertambangan dan pemerintah hanya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan.
3.    Kegiatan usaha pertambangan batubara dan mineral, hak tempat untuk sementara akan diberikan kepada pemegang izin usaha pertambangan sehingga tidak dapat dipakai oleh masyarakat.
4.    Badan usaha yang telah melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi berhak melakukan proses penambangan atau eksploitasi sehingga pemegang izin usaha pertambangan memiliki hak tunggal.
5.    Izin pengusahaan di bagi tiga yaitu
a.    Izin usaha pertambangan (IUP), badan usaha yang dimaksud adalah badan usaha, koperasi dan perseorangan.
b.    Izin pertambangan rakyat (IPR) yang di lakukan oleh badan usaha kecil atau masayarakat.
c.    Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang dilakukan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta.
3
KEGIATAN USAHA HULU (EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI)
Persamaan :
1.    Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1(satu) wilayah kabupaten/ kota.
Perbedaan :
1.    Kegiatan usaha eksplorasi dan ekploitasi dilakukan oleh pemegang izin usaha pertambangan dan memiliki hak tunggal untuk mengelolanya.
2.    Ada beberapa jenis jangka waktu eksplorasi berdasarkan endapan berharga yang digali yaitu :
a.    IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.
b.    IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.
c.    IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
d.   IUP Eksplorasi untuk pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.
3.    Pemegang IUP mengatur, mengelola, dan memanfaatkan data untuk merencanakan penyiapan pembukaan Wilayah Kerja
4.    Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap ditetapkan oleh Menteri setelah memenangkan lelang yang di selenggarakan.
5.    Penawaran Wilayah Kerja dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan bupati untuk Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada Wilayah Kerja
6.    Data yang diperoleh dari Survei Umum dan/atau Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik pemegang izin usaha pertambangan.
4
KEGIATAN USAHA HILIR
(PENGOLAHAN, PENGANGKUTAN, PENYIMPANAN, DAN NIAGA)
Persamaan :
Sesuai dengan pasal 97 dijelaskan bahwa pemegang Izin usaha pertambangan baik IUP maupun IUPK wajib menjamin penerapan standar baku dan baku mutu lingkungan sesuai karakteristik suatu daerah.


Perbedaan :
1.    Sesuai dengan pasal 48 tentang IUP produksi. IUP ini diberikan oleh :
a.       Bupati/walikota apabila berada pada satu kota/kabupaten.
b.      Gubernur apabila lokasi penambangan berada pada wilayah kabupaten dan kota yang berbeda
c.       Menteri apabila lokasi penambangan berada pada wilayah provinsi yang berbeda
2.    Sesuai yang di tetapkan pada pasal 46 dan 47, bahwa izin usaha untuk pengolahan hanya satu yaitu izin usaha pertambangan operasi  produksi.
3.    .pada undang-undang ini dijelaskan bahwa badan usaha memperoleh satu izin usaha untuk melakukan pengolahan terhadap satu endapan berharga.
4.    Sesuai pada pasal 79 dijelaskan bahwa untuk pengajuan IUP produksi harus memuat :
a.       nama perusahaan;
b.      luas wilayah;
c.       lokasi penambangan;
d.      lokasi pengolahan dan pemurnian;
e.       pengangkutan dan penjualan;
f.       modal investasi;
g.      jangka waktu tahap kegiatan;
h.      penyelesaian masalah pertanahan;
i.        lingkungan hidup, termasuk reklamasi dan pascatambang;
j.        dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang;
k.      jangka waktu berlakunya IUPK;
l.        perpanjangan IUPK;
m.    hak dan kewajiban;
n.      pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan;
o.      perpajakan;
p.      iuran tetap dan iuran produksi serta bagian pendapatan negara/daerah, yang terdiri atas bagi hasil dari keuntungan bersih sejak berproduksi;
q.      penyelesaian perselisihan;
r.        keselamatan dan kesehatan kerja;
s.       konservasi mineral atau batubara;
5.    sesuai dengan pasal 119, bahwa izin usaha pertambangan dapat dicabut apabila :
a.       pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan;
b.      pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; atau
c.       pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.
6.    Sesuai dengan pasal 124 bahwa untuk melakukan kegiatan pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan pemasaran dilakukan dengan menggunakan jasa pertambangan
7.    Bahwa proses pengangkutan dilakukan dengan beberapa cara yaitu melalui jalur darat dapat berupa truck, kereta api, dan kapal tongkang
5.
PENERIMAAN NEGARA
Persamaan :
1.    Sesuai pada pasal 128 ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
2.    Sesuai pada pasal 128 ayat 3 bahwa Penerimaan pajak terdiri atas:
a.       pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan; dan
b.      bea masuk dan cukai.
3.    Penerimaan negara bukan pajak terdiri atas:
a.       iuran tetap;
b.      iuran eksplorasi;
b.      iuran produksi; dan
c.       kompensasi data informasi.


Perbedaan :
Sesuai dengan pasal 129 Bagian pemerintah daerah diatur sebagai berikut:
a.       pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1% (satu persen);
b.      pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen); dan
c.       pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen).
6.
HUBUNGAN DENGAN PEMILIK TANAH
Persamaan :
1.    sesuai pada pasal 134 bahwa Hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
2.    Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Kegiatan usaha pertambangan dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.    Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
5.    Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.    Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK.
7.    Pemegang IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 dan Pasal 136 yang telah melaksanakan penyelesaian terhadap bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8.    Hak atas IUP, IPR, atau IUPK bukan merupakan pemilikan hak atas tanah.

Perbedaan :
Pada UU No. 4 Tahun 2009, hak atas tanah dibahas pada bab penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan. Untuk mengenai masalah hak atas tanah, baik kegiatan pertambangan mineral dan batubara maupun kegiatan usaha minyak dan gas bumi sama-sama tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Lalu untuk melaksanakan kegiatan pertambangan, badan usaha maupun pemegang IUP dan IUPK Eksplorasi wajib mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Namun pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara sebelum melakukan kegiatan operasi produksi, pemegang IUP atau IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyelesaian hak atas tanah tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan hak atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK.

7
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pembinaan
Persamaan :
Menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Pembinaan
Perbedaan
1.    Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.    Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan;
b.    Pemberian bimbiiigan, supervisi, dan konsultasi;
c.    Pendidikan darl pelatihan; dan
d.   Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemanauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara.
2.    Menteri dapat melimpahkan kepada gubenur untuk melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambaiigan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanaan oleh pemerintah kabupatenl kota.
3.    Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaj dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPH, atau IUPK.

















































Bagian Pengawasan
1.     Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemenritah kabupaten kota sesuai dengan kewenangannya.
2.     Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/ kota.
3.     Menteri, gubernur, dan bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK.
4.     Pengawasan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 140, antara lain, berupa:
a.    Teknis Pertarnbangan;
b.    Pemasaran;
c.    Keuangan;
d.   Pengolahan data mineral dan batubara;
e.    Konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f.     Keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g.    Keselamatan operasi pertambangan;
h.    Pengelolaan lingkungan hidup, reklarnasi, dan pascatambang;
i.      Pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;
j.      Pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k.    Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
l.      Penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan;
m.  Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum;
n.    Pengelolaan IUP atau IUPK; dan
o.    Jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
5.     Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf 1 dilakukan oleh inspektur tambang selesai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
6.     Dalam hal pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupatenl kota belum mempunyai inspektur tambang, Menteri menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk melaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
7.     Gubernur dan bupati/walikota wajib melaporkan pelaksanaan usaha pertambangan di wilayahnya masing-masing sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan kepada Menteri.
8.     Pemerintah dapat memberi teguran kepada pemerintah daerah apabila dalam pelaksanaan kewenangannya tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
9.     Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat.
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dari pengawasan pertambangan rakyat diatur dengan peraturan daerah kabupaten kota .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar