SOAL &
JAWABAN UJIAN GEOFISIKA TAMBANG 2009/2010
1. Sebutkan macam-macam konfigurasi
elektroda pada pengukuran geolistrik tahanan jenis?
2. Jelaskan secara rinci minimal tiga
konfigurasi elektroda pada pengukuran geolistrik tahanan jenis?
3. Jelaskan dan gambarkan cara akuisisi
data pada metode seismik refleksi?
4. Sebutkan dan jelaskan salah satu metode
elektromagnetik yang saudara ketahui?
JAWABAN
1. Macam-macam konfigurasi elektroda pada
pengukuran geolistrik tahanan jenis:
a.
Konfigurasi Schlumberger
b.
Konfigurasi Wenner
c.
Konfigurasi Wenner-Schlumberger
d.
Konfigurasi Dipole-dipole
e.
Konfigurasi
2. Tiga kofigurasi elektroda pada pengukuran geolistrik tahanan
jenis :
Terdapat banyak aturan penempatan elektrode (konfigurasi
elektrode) yang digunakan dalam metode resistivitas. Beberapa konfigurasi
elektrode pada penerapan metode resistivitas diantaranya adalah konfigurasi
Wenner, konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi Dipole-dipole.Konfigurasi Wenner
Pada konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan seperti pada gambar
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu C1P1= P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus membentuk satu garis.
Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubah-ubah untuk setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a kecil sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi elektrode ini tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan makin besar arus yang dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode tersebut, sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati.
Dari gambar, dapat diperoleh besarnya Faktor Geometri untuk Konfigurasi Wenner adalah
sehingga pada konfigurasi Wenner berlaku hubungan
Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Konfigurasi ini merupakan perpaduan dari konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Pada pengukuran dengan faktor spasi (n) = 1, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan pengukuran pada konfigurasi Wenner (jarak antar elektrode = a), namun pada pengukuran dengan n = 2 dan seterusnya, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan konfigurasi Schlumberger (jarak antara elektrode arus dan elektrode potensial lebih besar daripada jarak antar elektrode potensial).
Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah
Sehingga berlaku hubungan
Konfigurasi Dipole-dipole
Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1. Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole.
Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan itu.
Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole adalah
Sehingga berlaku hubungan
d. Wenner-Schlumberger
Modifikasi dari bentuk konfigurasi
Wenner dan konfigurasi Schlumberger dapat digunakan pada sistem konfigurasi
yang menggunakan aturan spasi yang konstan dengan catatan faktor untuk
konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda C1-P1
dan C2-P2 dengan spasi antara elektroda P1-P2.
Dimana, a adalah jarak antara elektroda P1-P2.
Konfigurasi ini secara efektif menjadi konfigurasi Schlumberger ketika faktor n
menjadi 2 dan seterusnya. Sehingga ini sebenarnya merupakan kombinasi antara
konfigurasi Wenner-Schlumberger yang menggunakan spasi elektroda yang konstan
(seperti yang biasanya digunakan dalam penggambaran penampang resistivity 2D).
Disamping itu cakupan horizontal lebih baik, penetrasi
maksimum dari konfigurasi ini 15 % lebih baik dari konfigurasi Wenner. Dan
untuk meningkatkan penyelidikan kedalaman maka jarak antara elektroda P1-P2
ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi untuk n yang sama sampai pada
elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda P1-P2
ditingkatkan menjadi 3a.
dimana K adalah faktor geometri yang tergantung oleh
penempatan elektroda di permukaan dan ρ adalah resistivitas (tahanan jenis).
3. Cara akuisisi seismik refleksi dan
gambarnya:
Pada survey
seismik refleksi ditemukan sumber yang dikontrol untuk menghasilkan gelombang
seismik. Di daratan digunakan sumber “large truck-mounted vibrators as a source
( the “ vibrosis” method), dan kadang digunakan dinamit atau palu, sedangkan
dilaut digunakan air gun. Signal refleksi ditangkap dengan geophone untuk
didarat (gambar II) atau hidrohon dilaut. Dalam konteski ini pada kawasan laut
cebakan hidrokarbon dapat diketahui guna menganalisis data kandungan minyak
dalam walayah obejek penelitian. Cebakan lensa pasir ini dapat berupa kandungan
bijih besi dan cebakan mineral lainnya tergantung pada objek yang akan di
prospeksi guna menunjang proses selanjutnya.
Pada saat
survey seismik kabel dengan receiver (geophone) terpasang pada jarak yang
rangular sepanjang lintasan atau pelampung yang ditarik perahu. Sumber getar
akan berpindah sepanjang lintasan dan menghasilkan gelombang seismic pada
interval tertentu pada permukaan seperti titik P (Gambar II).
Titik P
disampling lebih dari satu kali dari gelombang dengan sudut yang berbeda.
Signal direkam pada setiap geophone sepanjang kabel untuk sejumlah waktu
tertentu sehingga menghaslkan suatu seri “seismic traces”. Seismic trace untuk
setiap shot point (shot gather) disimpan pada computer.
4. Salah satu metode Elektromagnetik
Ground Penetrating Radar (GPR)
merupakan metode geofisika dengan menggunakan teknik elektromagnetik yang
dirancang untuk mendeteksi objek yang terkubur di dalam tanah dan mengevaluasi
kedalaman objek tersebut. GPR juga dapat digunakan untuk mengetahui kondisi dan
karakteristik permukaan bawah tanah tanpa mengebor ataupun menggali tanah.
Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang
terhubung ke sumber pulsa (generator pulsa) dengan adanya pengaturan timing
circuit, dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung
ke LNA dan ADC yang kemudian terhubung ke unit pengolahan (data processing) serta
display sebagai tampilan outputnya.
Berdasarkan blok diagram di atas, masing – masing blok
mempunyai fungsi yang cukup penting dan saling ketergantungan. Hal ini
dikarenakan GPR merupakan suatu sistem mulai dari penghasilan pulsa pada pulse
generator lalu melewati blok-blok yang ada kemudian sampai pada blok display
dimana kita dapat melihat bentuk dan kedalaman objek yang dideteksi. Namun
dalam hal ini antena memegang peranan yang sangat penting karena menentukan
unjuk kerja dari sistem GPR itu sendiri. Adapun faktor yang berpengaruh dalam menentukan
tipe antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan, dan metode pengolahan
sinyal yaitu :
1. Jenis objek yang akan dideteksi
2. Kedalaman objek
3. Karakteristik elektrik medium tanah atau properti
elektrik.
Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan
didapatkan suatu citra dari letak dan bentuk objek yang terletak di bawah tanah
atau dipermukaan tanah. Untuk menghasilkan pendeteksian yang baik, suatu sistem
GPR harus memenuhi empat persyaratan sebagai berikut:
1. Kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah
2. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien
3. Menghasilkan sinyal dengan amplitudo yang besar
dari objek yang dideteksi.
4. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi
yang baik.
Prinsip Kerja GPR
Pada dasarnya GPR bekerja dengan
memanfaatkan pemantulan sinyal. Semua sistem GPR pasti memiliki rangkaian
pemancar (transmitter), yaitu system antena
yang terhubung ke sumber pulsa, dan rangkaian penerima (receiver), yaitu sistem antena yang terhubung ke
unit pengolahan sinyal. Rangkaian pemancar akan menghasilkan pulsa listrik
dengan bentuk, prf (pulse repetition frequency), energi, dan durasi
tertentu. Pulsa ini akan dipancarkan oleh antena ke dalam tanah. Pulsa ini akan
mengalami atenuasi dan cacat sinyal lainnya selama perambatannya di tanah. Jika
tanah bersifat homogen, maka sinyal yang dipantulkan akan sangat kecil. Jika
pulsa menabrak suatu inhomogenitas di dalam tanah, maka akan ada sinyal yang
dipantulkan ke antena penerima. Sinyal ini kemudian diproses oleh rangkaian
penerima. Kedalaman objek dapat diketahui dengan mengukur selang waktu antara
pemancaran dan penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa akan bolak balik
dari antena ke objek dan kembali lagi ke antena. Jika selang waktu dinyatakan
dalam t, dan kecepatan propagasi gelombang elektromagnetik dalam tanah v, maka
kedalaman objek yang dinyatakan dalam h adalah
Untuk mengetahui kedalaman objek yang dideteksi,
kecepatan perambatan dari gelombang elektromagnetik haruslah diketahui.
Kecepatan perambatan tersebut tergantung kepada kecepatan cahaya di udara,
konstanta dielektrik relative medium perambatan
Ketebalan beberapa medium di dalam tanah
dinyatakan dalam d , yaitu
Jika konstanta dieletrik medium semakin
besar maka kecepatan gelombang elektromagnetik yang dirambatkan akan semakin
kecil. Pulse
Repetition Frequency (prf) merupakan nilai yang menyatakan seberapa
seringnya pulsa radar diradiasikan ke dalam tanah. Penentuan prf dilandasi dengan kedalaman maksimum yang
ingin dicapai. Semakin dalam objek, maka prf juga semakin kecil karena waktu tunggu
semakin lama.
Dimana t adalah selang waktu antara pemancaran dan
penerimaan pulsa dan H adalah kedalaman maksimum. Daya pulsa yang dipancarkan
juga harus disesuaikan dengan kedalaman maksimum ini. Jika H besar, maka daya
yang harus digunakan juga harus besar agar sinyal pantul tetap terdeteksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar