Senin, 14 Oktober 2013

PERMEABILITAS DAN POROSITAS PADA AQUIFER


PERMEABILITAS DAN POROSITAS PADA AQUIFER
I.     Permeabilitas dan Porositas pada aquifer
 Definisi Aquifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis. Contoh : lapisan pasir, batu pasir, batugamping yang berlubang dan retak-retak. Akuifer sering pula disebut waduk air atau formasi air. Formasi batuan yang merupakan kebalikan dari akuifer adalah akuifug (Aquifug), seperti misalnya granit. Akuifug merupakan formasi batuan yang tidak dapat menyimpan dan melalukan air (Fetter, 1988).Sifat batuan lain yang berhubungan dengan air tanah adalah akuiklud danakuitard. Menurut Walton (1970), akuiklud adalah formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat melalukannya dalam jumlah yang berarti, misalnya liat, serpih, tuf halus dan batuan lain yang butirannya berukuran liat, sedangkan akuitard adalah formasi batuan dengan susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat melalukannya dalam jumlah terbatas seperti misalnya pada rembesan atau kebocoran.
Ada berbagai formasi geologi yang dapat berfungsi sebagai akuifer. Formasi geologi tersebut adalah endapan aluvial, batu gamping, batuan vulkanik, batu pasir serta batuan beku dan batuan metamorfose (Todd, 1980). Sekitar 90% air tanah terdapat pada endapan aluvial yang merupakan bahan lepas seperti pasir dan kerikil.
Ditinjau dari muka air tanah, akuifer dikelompokkan menjadi akuifer bebas dan akuifer tertekan (Bouwer, 1978). Air tanah yang berasal dari akuifer bebas umumnya ditemukan pada kedalaman yang relatif dangkal, kurang dari 40 meter. Tinggi permukaan air dan kemiringannya bervariasi, sedangkan fluktuasi muka air tanah berhubungan erat dengan volume air dalam akuifer. Kasus khusus dari akuifer bebas adalah adanya akuifer menggantung (perched aquifer), yang terjadi akibat terpisahnya air tanah dari tubuh air tanah utama oleh suatu formasi batuan yang kedap air (Kodoatie, 1996). Lensa-lensa liat pada batuan endapan seringkali membentuk akuifer menggantung.Pada akuifer tertekan, air tanah terletak di bawah lapisan kedap air dan mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan udara. Akuifer jenis ini sering pula disebut akuifer artesis. Air tanah pada akuifer ini, dibagian atas ditekan oleh lapisan batuan kedap air, sehingga tekanannya melebihi tekanan atmosfir. Bila sumur menembus lapisan akuifer ini, air tanah akan naik melebihi lapisan penekannya atau bahkan muncul di permukaan tanah (Chorley, 1969).
Disamping kedua jenis akuifer tersebut, ada pula yang disebut akuifer semi tertekan dan akuifer semi tidak tertekan yang merupakan kombinasi dari kedua jenis akuifer tersebut (Krussman dan de Ridder, 1970). Akuifer semi tertekan sering dijumpai di daerah lembah aluvial dan dataran, yang air tanahnya terletak di bawah lapisan yang setengah kedap. Selanjutnya, air tanah sebagai salah satu komponen dalam siklus hidrologi,akan mengalami perubahan komposisi kimia, baik berupa penambahan maupun pengurangan konsentrasi unsur kimia (Stauffer dan Canfield, 1992). Adapun prosesproses yang dapat mempengaruhi perubahan komposisi kimia tersebut diantaranya adalah hujan, evaporasi dan transpirasi, pelarutan air fosil, pertukaran kation, pelarutan mineral, proses oksidasi-reduksi serta aktivitas manusia. Menurut Wagner,et al (1992) adanya air tanah asin di daratan merupakan salah satu bentuk pencemaran air, yang umumnya disebabkan oleh intrusi air laut. Aktivitas manusia merupakan penyebab utama fenomena ini, terutama akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, pembangunan permukiman yang sangat pesat di perkotaan, serta usaha tambak udang dan ikan di pantai. Meskipun demikian, faktor lingkungan alami juga dapat mempermudah terjadinya intrusi air laut, seperti karakteristik pantai dan batuan penyusun, kekuatan aliran air tanah ke laut dan fluktuasi air tanah di daerah pantai. Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999) mengemukakan bahwa air tanah dangkal pada akifer dengan material yang belum termampatkan di daerah beriklim kering menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia yang tinggi terutama musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan kapiler air tanah dan tingkat evaporasi yang cukup besar. Besar kecilnya material terlarut tergantung pada lamanya air kontak dengan batuan. Semakin lama air kontak dengan batuan semakin tinggi unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Disamping itu umur batuan juga mempengaruhi tingkat kegaraman air, sebab semakin tua umur batuan, maka semakin tinggi pula kadar garamgaram yang terlarut di dalamnya.
Todd (1980) dalam Hartono (1999) menyatakan tidak semua formasi litologi dan kondisi geomorfologi merupakan akifer yang baik. Berdasarkan pengamatan lapangan, akifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut:
a. Lintasan air (water course), materialnya terdiri dari aluvium yang mengendap di sepanjang alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir serta tanggul alam. Bahan aluvium itu biasanya berupa pasir dan karikil.
b. Lembah yang terkubur (burried valley) atau lembah yang ditinggalkan (abandoned valley), tersusun oleh materi lepas-lepas yang berupa pasir halus sampai kasar.
c. Dataran (plain), ialah bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas bahan aluvium yang berasal dari berbagai bahan induk sehingga merupakan akifer yang baik.
d. Lembah antar pegunungan (intermontane valley), yaitu lembah yang berada diantara dua pegunungan, materialnya berasal dari hasil erosi dan gerak massa batuan dari pegunungan di sekitarnya.
e. Batu gamping (limestone), air tanah terperangkap dalam retakan-retakan atau diaklas-diaklas. Porositas batu gamping ini bersifat sekunder.
Batuan vulkanik, terutama yang bersifat basal. Sewaktu aliran basal ini mengalir , ia mengeluarkan gas-gas. Bekas-bekas gas keluar itulah yang merupakan lubang atau pori-pori dapat terisi air. Disamping air tanah bergerak dari atas ke bawah, air tanah juga bergerak dari bawah ke atas (gaya kapiler). Air bergerak horisontal pada dasarnya mengikuti hukum hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya perbedaan gradien hidrolik. Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang berbunyi “volume air tanah yang melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan tebal lapisan (Utaya, 1990).
Keadaan material bawah tanah sangat mempengaruhi aliran dan jumlah air tanah. Jumlah air tanah yang dapat di simpan dalam batuan dasar, sedimen dan tanah sangat bergantung pada permeabilitas. Permeabilitas merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan atau meloloskan air. Air tanah mengalir melewati rongga-rongga yang kecil, semakin kecil rongganya semakin lambat alirannya. Jika rongganya sangat kecil, akan mengakibatkan molekul air akan tetap tinggal. Kejadian semacam ini terjadi pada lempung. Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien permeabilitas. Banyak peneliti telah mengkaji problema permeabilitas dan mengembangkan beberapa rumus. Permeabilitas sangat penting untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang dapat diproduksikan.
Porositas juga sangat berpengaruh pada aliran dan jumlah air tanah. Porositas adalah jumlah atau persentase pori atau rongga dalam total volume batuan atau sedimen. Porositas dapat di bagi menjadi dua yaitu porositas primer dan porositas sekunder. Porositas primer adalah porositas yang ada sewaktu bahan tersebut terbentuk sedangkan porositas sekunder di hasilkan oleh retakan-retakan dan alur yang terurai. Pori-pori merupakan ciri batuan sedimen klastik dan bahan butiran lainnya. Pori berukuran kapiler dan membawa air yang disebut air pori. Aliran melalui pori adalah laminer. Kapasitas penyimpanan atau cadangan air suatu bahan ditunjukkan dengan porositas yang merupakan nisbah volume rongga.
(Vv) dengan volume total batuan (V ), yang dirumuskan sebagai berikut:
n = Vv X 100 %
     V
Di mana: n = persen porositas (%)
Vv = volume rongga (cm3)
V = volume total batuan (gas, cair, dan padat (cm3)
Porositas merupakan angka tak berdimensi biasanya diwujudkan dalam bentuk %. Umumnya untuk tanah normal mempunyai porositas berkisar antara 25 % sampai 75 % sedangkan untuk batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock) berkisar antara 0 sampai 10 %. Material dengan diameter kecil mempunyai porositas besar, hal ini dapat dilihat dari diameter butiran material. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya porositas untuk jenis tanah di bawah ini:
  1. Kerikil → porositas berkisar antara 25 – 40 %
  2. Pasir → porositas berkisar antara 25 – 50 %
  3. Lanau → porositas berkisar antara 35 – 50 %
  4. Lempung → porositas berkisar antara 40 – 75 %
Tanah berbutir halus mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan dengan tanah berbutir kasar. Porositas pada material seragam lebih besar dibandingkan material beragam (well graded material)
             Tabel Porositas batuan
No
Batuan
Porositas (%)
1.
Tanah
50 – 60
2.
Lempung
45 – 55
3.
Lumpur
40 – 50
4.
Pasir kasar
35 – 40
5.
Pasir sedang
30 – 40
6.
Pasir halus dan sedang
30 – 35
7.
Kerikil
30 – 40
8.
Kerikil dan batu pasir
20 – 35
9.
Batu pasir
10 – 20
10
Shale
1 – 10
11
Batu gamping
1 – 10


Lempung mempunyai kerapatan porositas yang tinggi sehingga tidak dapat meloloskan air, batuan yang mempunyai porositas antara 5 – 20 % adalah batuan yang dapat meloloskan air dan air yang melewatinya dapat ditampung (Wuryantoro, 2007).Sedangkan,batuan < 5 % memiliki porositas kecil.Selain lempung, Batupasir merupakan reservoir yang paling penting dan yang paling banyak di dunia ini, 60% dari semua batuan reservoir adalah batupasir. Batupasir adalah batubatu yang renggang (loose) tapi padat (compact), yang terdiri dari fragmen-fragmen yang menyatu dan mengeras (cemented) dengan diameter berkisar antara 0,05 mm sampai 0,2 mm. Di antara fragmen-fragmen batupasir dan pasir, selalu terdapat fragmen-fragmen yang komposisinya adalah quartz. Butiranbutiran mineral feldspar, mika, glaukonit, karbonat dan mineral-mineral lainnya kadang-kadang terdapat di antara butiran mineral quartz. Porositas batupasir dihasilkan dari proses-proses geologi yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Proses-proses ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu proses pada saat pengendapan dan proses setelah pengendapan. Kontrol pada saat pengendapan menyangkut tekstur batupasir (ukuran butir dan sortasi). Proses setelah pengendapan yang berpengaruh terhadap porositas diakibatkan oleh pengaruh fisika dan kimia, yang merupakan fungsi dari temperatur, tekanan efektif dan waktu. Ada dua jenis porositas yaitu porositas primer dan porositas sekunder. Porositas primer merupakan porositas yang terjadi bersamaan batuan menjadi sedimen, sedangkan porositas sekunder merupakan porositas yang terjadi sesudah batuan menjadi sedimen bisa berupa larutan (dissolution) .Permeabilitas (k) adalah kemampuan medium berpori untuk meluluskan/mengalirkan fluida. Permeabilitas sangat penting untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang dapat diproduksikan.
Porositas dan permeabilitas pada batupasir ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya, sortasi (pemilahan), bentuk dan kebundaran butir, penyusunan butir, serta kompaksi dan sementasi. Batupasir antara formasi yang satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang porositas dan permeabilitas serta hubungannya dengan ukuran butir dan sortasi pada formasi-formasi tersebut. Batupasir merupakan salah satu dari batuan sedimen klastik yang mempunyai porositas cukup baik dan biasanya berfungsi sebagai reservoir atau akuifer, sedangkan butirannya yang dominan berukuran pasir. Batupasir memiliki beberapa kenampakan fisik yang dapat dibedakan dari batuan jenis lainnya, yaitu struktur, tekstur dan komposisi. Dari tekstur batupasir dapat diturunkan menjadi tiga parameter empiris yaitu ukuran butir, bentuk butir (pembundaran dan pembulatan) dan sortasi. Pemilahan (sorting) adalah cara penyebaran berbagai macam besar butir.Dengan demikian rongga yang terdapat di antara butiran besar akan diisi butiran yang lebih kecil lagi sehingga porositasnya berkurang



 
GAMBAR 1.1
 PERKIRAAN VISUAL DARI TINGKAT
PEMILAHAN BUTIR/SORTASI
Faktor yang mempengaruhi permeabilitas :
1.Distribusi ukuran butir.
Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori akan semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil.
2. Susunan (packing) butiran.
Susunan butiran yang semakin rapi, maka makin besar harga permeabilitasnya. 
3. Geometri butiran.
Semakin menyudut geometri butiran, maka permeabilitasnya semakin kecil.
4. Jaringan antar pori (pore network).
Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar.
5. Sementasi.
Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan semakin kecil.
6. Clays content.
Semakin banyak mengandung clay, maka semakin kecil permeabilitas batuan tersebut.

















KESIMPULAN
  1. Aquifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.
  2. Permeabilitas merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan atau meloloskan air  sedangkan Porositas adalah jumlah atau persentase pori atau rongga dalam total volume batuan atau sedimen.
  3. Keadaan material bawah tanah sangat mempengaruhi aliran dan jumlah air tanah. Jumlah air tanah yang dapat di simpan dalam batuan dasar, sedimen dan tanah sangat bergantung pada permeabilitas. Hal ini berhubungan juga dengan Porositas dimana, porositas sangat berpengaruh pada aliran dan jumlah air tanah. Porositas merupakan jumlah atau persentase pori atau rongga dalam total volume batuan atau sedimen.
Saran :
Untuk mendapatkan relasi yang lebih baik perlu dilakukan pengujian pada lebih banyak sampel batuan  dari satu formasi batuan guna mendapat informasi mengenai porositas dan permeabilitas yang akurat.





DAFTAR PUSTAKA
  1. M. Irham Nurwidyanto. 2006, Pegaruh Ukuran Butir Terhadap Porositas Dan Permeabiltas Pada Batu Pasir. Jurnal Diakses pada 8 Oktober 2012
  2. Warmada, I.W., 1993, Porositas Batupasir dan Parameter Empiris Yang Berpengaruh, http://www.geopanged.or.id/kliping/1.html Diakses pada 6 Oktober
  3. M. KHAIRUL RIZAL, 2009, Analisis Pemetaan Zonasi Resapan Air Untuk Kawasan Perlindungan Sumber Daya Air Tanah (Ground Water) PDAM TIRTANADI Sibolangkit Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatra Utara. Tesis Diakses pada 6 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar