PERMEABILITAS DAN POROSITAS PADA AQUIFER
I.
Permeabilitas dan Porositas pada
aquifer
Definisi
Aquifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi
yang permeable
baik yang
terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir)
dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik
(K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah
(kuantitas) yang ekonomis. Contoh : lapisan pasir, batu pasir, batugamping yang
berlubang dan retak-retak. Akuifer sering pula
disebut waduk air atau formasi air. Formasi batuan yang merupakan kebalikan
dari akuifer adalah akuifug (Aquifug), seperti misalnya granit. Akuifug
merupakan formasi batuan yang tidak dapat menyimpan dan melalukan air (Fetter,
1988).Sifat batuan lain yang berhubungan dengan air tanah adalah akuiklud
danakuitard. Menurut Walton (1970), akuiklud adalah formasi batuan yang dapat
menyimpan air tetapi tidak dapat melalukannya dalam jumlah yang berarti,
misalnya liat, serpih, tuf halus dan batuan lain yang butirannya berukuran
liat, sedangkan akuitard adalah formasi batuan dengan susunan sedemikian rupa,
sehingga dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat melalukannya dalam jumlah
terbatas seperti misalnya pada rembesan atau kebocoran.
Ada berbagai formasi geologi yang dapat
berfungsi sebagai akuifer. Formasi geologi tersebut adalah endapan aluvial,
batu gamping, batuan vulkanik, batu pasir serta batuan beku dan batuan
metamorfose (Todd, 1980). Sekitar 90% air tanah terdapat pada endapan aluvial
yang merupakan bahan lepas seperti pasir dan kerikil.
Ditinjau dari muka air tanah, akuifer
dikelompokkan menjadi akuifer bebas dan akuifer tertekan (Bouwer, 1978). Air
tanah yang berasal dari akuifer bebas umumnya ditemukan pada kedalaman yang
relatif dangkal, kurang dari 40 meter. Tinggi permukaan air dan kemiringannya
bervariasi, sedangkan fluktuasi muka air tanah berhubungan erat dengan volume
air dalam akuifer. Kasus khusus dari akuifer bebas adalah adanya akuifer
menggantung (perched aquifer), yang terjadi akibat terpisahnya air tanah
dari tubuh air tanah utama oleh suatu formasi batuan yang kedap air (Kodoatie,
1996). Lensa-lensa liat pada batuan endapan seringkali membentuk akuifer
menggantung.Pada akuifer tertekan, air tanah terletak di bawah lapisan kedap
air dan mempunyai tekanan lebih besar daripada tekanan udara. Akuifer jenis ini
sering pula disebut akuifer artesis. Air tanah pada akuifer ini, dibagian atas
ditekan oleh lapisan batuan kedap air, sehingga tekanannya melebihi tekanan
atmosfir. Bila sumur menembus lapisan akuifer ini, air tanah akan naik melebihi
lapisan penekannya atau bahkan muncul di permukaan tanah (Chorley, 1969).
Disamping kedua jenis akuifer tersebut,
ada pula yang disebut akuifer semi tertekan dan akuifer semi tidak tertekan
yang merupakan kombinasi dari kedua jenis akuifer tersebut (Krussman dan de
Ridder, 1970). Akuifer semi tertekan sering dijumpai di daerah lembah aluvial
dan dataran, yang air tanahnya terletak di bawah lapisan yang setengah kedap.
Selanjutnya, air tanah sebagai salah satu komponen dalam siklus hidrologi,akan
mengalami perubahan komposisi kimia, baik berupa penambahan maupun pengurangan
konsentrasi unsur kimia (Stauffer dan Canfield, 1992). Adapun prosesproses yang
dapat mempengaruhi perubahan komposisi kimia tersebut diantaranya adalah hujan,
evaporasi dan transpirasi, pelarutan air fosil, pertukaran kation, pelarutan
mineral, proses oksidasi-reduksi serta aktivitas manusia. Menurut Wagner,et
al (1992) adanya air tanah asin di daratan merupakan salah satu bentuk
pencemaran air, yang umumnya disebabkan oleh intrusi air laut. Aktivitas
manusia merupakan penyebab utama fenomena ini, terutama akibat eksploitasi air
tanah yang berlebihan, pembangunan permukiman yang sangat pesat di perkotaan,
serta usaha tambak udang dan ikan di pantai. Meskipun demikian, faktor
lingkungan alami juga dapat mempermudah terjadinya intrusi air laut, seperti
karakteristik pantai dan batuan penyusun, kekuatan aliran air tanah ke laut dan
fluktuasi air tanah di daerah pantai. Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999)
mengemukakan bahwa air tanah dangkal pada akifer dengan material yang belum
termampatkan di daerah beriklim kering menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia
yang tinggi terutama musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan
kapiler air tanah dan tingkat evaporasi yang cukup besar. Besar kecilnya
material terlarut tergantung pada lamanya air kontak dengan batuan. Semakin
lama air kontak dengan batuan semakin tinggi unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Disamping itu umur batuan juga mempengaruhi tingkat kegaraman air,
sebab semakin tua umur batuan, maka semakin tinggi pula kadar garamgaram yang
terlarut di dalamnya.
Todd (1980) dalam Hartono (1999) menyatakan tidak semua formasi litologi
dan kondisi geomorfologi merupakan akifer yang baik. Berdasarkan pengamatan
lapangan, akifer dijumpai pada bentuk lahan sebagai berikut:
a. Lintasan air
(water course), materialnya terdiri dari aluvium yang mengendap di sepanjang
alur sungai sebagai bentuk lahan dataran banjir serta tanggul alam. Bahan aluvium
itu biasanya berupa pasir dan karikil.
b. Lembah yang
terkubur (burried valley) atau lembah yang ditinggalkan (abandoned valley),
tersusun oleh materi lepas-lepas yang berupa pasir halus sampai kasar.
c. Dataran
(plain), ialah bentuk lahan berstruktur datar dan tersusun atas bahan aluvium
yang berasal dari berbagai bahan induk sehingga merupakan akifer yang baik.
d. Lembah antar
pegunungan (intermontane valley), yaitu lembah yang berada diantara dua
pegunungan, materialnya berasal dari hasil erosi dan gerak massa batuan dari
pegunungan di sekitarnya.
e. Batu gamping
(limestone), air tanah terperangkap dalam retakan-retakan atau diaklas-diaklas.
Porositas batu gamping ini bersifat sekunder.
Batuan vulkanik, terutama yang bersifat basal. Sewaktu
aliran basal ini mengalir , ia mengeluarkan gas-gas. Bekas-bekas gas keluar
itulah yang merupakan lubang atau pori-pori dapat terisi air. Disamping air
tanah bergerak dari atas ke bawah, air tanah juga bergerak dari bawah ke atas
(gaya kapiler). Air bergerak horisontal pada dasarnya mengikuti hukum
hidrolika, air bergerak horisontal karena adanya perbedaan gradien hidrolik.
Gerakan air tanah mengikuti hukum Darcy yang berbunyi “volume air tanah yang
melalui batuan berbanding lurus dengan tekanan dan berbanding terbalik dengan
tebal lapisan (Utaya, 1990).
Keadaan material bawah tanah
sangat mempengaruhi aliran dan jumlah air tanah. Jumlah air tanah yang dapat di
simpan dalam batuan dasar, sedimen dan tanah sangat bergantung pada
permeabilitas. Permeabilitas merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk
melewatkan atau meloloskan air. Air tanah mengalir melewati rongga-rongga yang
kecil, semakin kecil rongganya semakin lambat alirannya. Jika rongganya sangat
kecil, akan mengakibatkan molekul air akan tetap tinggal. Kejadian semacam ini
terjadi pada lempung. Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan
koefisien permeabilitas. Banyak peneliti telah mengkaji problema permeabilitas
dan mengembangkan beberapa rumus. Permeabilitas sangat penting untuk
menentukan besarnya cadangan fluida yang dapat diproduksikan.
Porositas juga sangat berpengaruh pada aliran dan jumlah air tanah.
Porositas adalah jumlah atau persentase pori atau rongga dalam total volume
batuan atau sedimen. Porositas
dapat di bagi menjadi dua yaitu porositas primer dan porositas sekunder.
Porositas primer adalah porositas yang ada sewaktu bahan tersebut terbentuk
sedangkan porositas sekunder di hasilkan oleh retakan-retakan dan alur yang
terurai. Pori-pori merupakan ciri batuan
sedimen klastik dan bahan butiran lainnya. Pori berukuran kapiler dan membawa
air yang disebut air pori. Aliran melalui pori adalah laminer. Kapasitas
penyimpanan atau cadangan air suatu bahan ditunjukkan dengan porositas yang
merupakan nisbah volume rongga.
(Vv)
dengan volume total batuan (V ), yang dirumuskan sebagai berikut:
n = Vv X 100 %
V
Di mana: n = persen porositas
(%)
Vv = volume rongga (cm3)
V = volume total batuan (gas,
cair, dan padat (cm3)
Porositas merupakan angka tak berdimensi biasanya diwujudkan dalam bentuk
%. Umumnya untuk tanah normal mempunyai porositas berkisar antara 25 % sampai
75 % sedangkan untuk batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock)
berkisar antara 0 sampai 10 %. Material dengan diameter kecil mempunyai
porositas besar, hal ini dapat dilihat dari diameter butiran material. Hal ini
dapat dilihat dengan besarnya porositas untuk jenis tanah di bawah ini:
- Kerikil → porositas berkisar antara 25 – 40 %
- Pasir → porositas berkisar antara 25 – 50 %
- Lanau → porositas berkisar antara 35 – 50 %
- Lempung → porositas berkisar antara 40 – 75 %
Tanah berbutir halus mempunyai porositas yang lebih besar dibandingkan
dengan tanah berbutir kasar. Porositas pada material seragam lebih besar
dibandingkan material beragam (well graded material)
Tabel Porositas
batuan
No
|
Batuan
|
Porositas
(%)
|
1.
|
Tanah
|
50 – 60
|
2.
|
Lempung
|
45 – 55
|
3.
|
Lumpur
|
40 – 50
|
4.
|
Pasir kasar
|
35 – 40
|
5.
|
Pasir sedang
|
30 – 40
|
6.
|
Pasir
halus dan sedang
|
30 – 35
|
7.
|
Kerikil
|
30 – 40
|
8.
|
Kerikil
dan batu pasir
|
20 – 35
|
9.
|
Batu pasir
|
10 – 20
|
10
|
Shale
|
1 – 10
|
11
|
Batu gamping
|
1 – 10
|
Lempung mempunyai kerapatan
porositas yang tinggi sehingga tidak dapat meloloskan air, batuan yang
mempunyai porositas antara 5 – 20 % adalah batuan yang dapat meloloskan air dan
air yang melewatinya dapat ditampung (Wuryantoro, 2007).Sedangkan,batuan
< 5 % memiliki porositas kecil.Selain lempung, Batupasir merupakan reservoir yang
paling penting dan yang paling banyak di dunia ini, 60% dari semua batuan
reservoir adalah batupasir. Batupasir adalah batubatu yang renggang (loose) tapi padat (compact), yang terdiri
dari fragmen-fragmen yang menyatu dan mengeras (cemented) dengan
diameter berkisar antara 0,05 mm sampai 0,2 mm. Di antara fragmen-fragmen
batupasir dan pasir, selalu terdapat fragmen-fragmen yang komposisinya adalah
quartz. Butiranbutiran mineral feldspar, mika, glaukonit, karbonat dan
mineral-mineral lainnya kadang-kadang terdapat di antara butiran mineral
quartz. Porositas batupasir dihasilkan dari proses-proses geologi yang
berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Proses-proses ini dapat dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu proses pada saat pengendapan dan proses setelah pengendapan.
Kontrol pada saat pengendapan menyangkut tekstur batupasir (ukuran butir dan
sortasi). Proses setelah pengendapan yang berpengaruh terhadap porositas
diakibatkan oleh pengaruh fisika dan kimia, yang merupakan fungsi dari temperatur,
tekanan efektif dan waktu. Ada dua jenis porositas yaitu porositas primer dan
porositas sekunder. Porositas primer merupakan porositas yang terjadi bersamaan
batuan menjadi sedimen, sedangkan porositas sekunder merupakan porositas yang
terjadi sesudah batuan menjadi sedimen bisa berupa larutan (dissolution) .Permeabilitas
(k) adalah
kemampuan medium berpori untuk meluluskan/mengalirkan fluida. Permeabilitas
sangat penting untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang dapat
diproduksikan.
Porositas
dan permeabilitas pada batupasir ditentukan oleh ukuran butir dan
distribusinya, sortasi (pemilahan), bentuk dan kebundaran butir, penyusunan
butir, serta kompaksi dan sementasi. Batupasir antara formasi yang satu dengan
yang lainnya berbeda, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang porositas dan
permeabilitas serta hubungannya dengan ukuran butir dan sortasi pada
formasi-formasi tersebut. Batupasir merupakan salah satu dari batuan sedimen
klastik yang mempunyai porositas cukup baik dan biasanya berfungsi sebagai reservoir
atau akuifer, sedangkan butirannya yang dominan berukuran pasir. Batupasir
memiliki beberapa kenampakan fisik yang dapat dibedakan dari batuan jenis
lainnya, yaitu struktur, tekstur dan komposisi. Dari tekstur batupasir dapat
diturunkan menjadi tiga parameter empiris yaitu ukuran butir, bentuk butir
(pembundaran dan pembulatan) dan sortasi. Pemilahan (sorting) adalah cara
penyebaran berbagai macam besar butir.Dengan demikian rongga yang terdapat di
antara butiran besar akan diisi butiran yang lebih kecil lagi sehingga
porositasnya berkurang
GAMBAR 1.1
PERKIRAAN
VISUAL DARI TINGKAT
PEMILAHAN BUTIR/SORTASI
Faktor yang mempengaruhi permeabilitas :
1.Distribusi
ukuran butir.
Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori akan semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil.
Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori akan semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil.
2.
Susunan (packing) butiran.
Susunan butiran yang semakin rapi, maka makin besar harga permeabilitasnya.
Susunan butiran yang semakin rapi, maka makin besar harga permeabilitasnya.
3.
Geometri butiran.
Semakin menyudut geometri butiran, maka permeabilitasnya semakin kecil.
Semakin menyudut geometri butiran, maka permeabilitasnya semakin kecil.
4. Jaringan antar pori (pore
network).
Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar.
Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar.
5. Sementasi.
Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan semakin kecil.
Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas akan semakin kecil.
6. Clays content.
Semakin banyak mengandung clay, maka semakin kecil permeabilitas batuan tersebut.
Semakin banyak mengandung clay, maka semakin kecil permeabilitas batuan tersebut.
KESIMPULAN
- Aquifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah (kuantitas) yang ekonomis.
- Permeabilitas merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan atau meloloskan air sedangkan Porositas adalah jumlah atau persentase pori atau rongga dalam total volume batuan atau sedimen.
- Keadaan material bawah tanah sangat mempengaruhi aliran dan jumlah air tanah. Jumlah air tanah yang dapat di simpan dalam batuan dasar, sedimen dan tanah sangat bergantung pada permeabilitas. Hal ini berhubungan juga dengan Porositas dimana, porositas sangat berpengaruh pada aliran dan jumlah air tanah. Porositas merupakan jumlah atau persentase pori atau rongga dalam total volume batuan atau sedimen.
Saran :
Untuk mendapatkan relasi yang lebih baik perlu dilakukan pengujian pada
lebih banyak sampel batuan dari satu
formasi batuan guna mendapat informasi mengenai porositas dan permeabilitas
yang akurat.
DAFTAR
PUSTAKA
- M. Irham Nurwidyanto. 2006, Pegaruh Ukuran Butir Terhadap Porositas Dan Permeabiltas Pada Batu Pasir. Jurnal Diakses pada 8 Oktober 2012
- Warmada, I.W., 1993, Porositas Batupasir dan Parameter Empiris Yang Berpengaruh, http://www.geopanged.or.id/kliping/1.html Diakses pada 6 Oktober
- M. KHAIRUL RIZAL, 2009, Analisis Pemetaan Zonasi Resapan Air Untuk Kawasan Perlindungan Sumber Daya Air Tanah (Ground Water) PDAM TIRTANADI Sibolangkit Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatra Utara. Tesis Diakses pada 6 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar